“Berikan Aku 1000 orang tua, maka akan kucabut gunung semeru, dan berikan aku 10 pemuda, maka akan aku goncang dunia” Ir. Soekarno
Suatu harapan terlontar dari mulut Ir. Soekarno bersamaan dengan semangatnya untuk menggapai visi agung. Visi agung tersebut adalah membangun negeri Indonesia menjadi negeri idaman yang harum namanya di kancah global. Dalam mewujudkan visi tersebut, founding father Indonesia telah memberikan alih penuh kepada generasi muda untuk berkontribusi secara nyata. Hal ini dikarenakan generasi muda memiliki potensi dan energi yang mumpuni untuk membesarkan nama Bangsa Indonesia. Karakteristik dari pemuda idealnya adalah sosok individu yang memiliki semangat yang mengebu, tanggap terhadap perubahan, mudah mengambil resiko, optimis, berpikiran maju dan memiliki moralitas. Namun sangat disayangkan, hal yang kontradiktif terjadi di kalangan generasi muda saat ini. Maraknya tindakan destruktif yang dilakukan oleh para generasi muda misalnya tawuran yang dilakukan antar pelajar, perilaku kriminal yang dilakukan oleh anggota geng motor dan tindakan amoral menjadi suatu masalah besar yang harus menjadi perhatian nasional. Bersamaan dengan masalah tersebut negeri Indonesia sedang dilanda krisis jati diri. Krisis jati diri ini dapat kita jumpai di berbagai macam kasus yang berkaitan dengan penurunan moral dan karakter salah satunya kasus korupsi yang tiada henti diperbincangkan. Berdasarkan data pada tahun 2012, Corruption Perspective Index (CPI) Indonesia masih sebesar 3,2 dan berada di ranking 118 dari 182 .
Jika masalah ini tidak segera diselesaikan maka akan menimbulkan krisis yang berkepanjangan dan bersifat struktural. Bagaimana bangsa Indonesia dapat mewujudkan visi agung dalam kondisi memprihatinkan seperti ini? Sedangkan tuntutan global yang semakin highly competitivemembutuhkan sumber daya manusia yang berkarakter, bermoral, bermental pemenang, visioner, pekerja keras dan memiliki integritas yang tinggi.
Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah tersebut adalah melakukan tindakan preventif, tindakan preventif ini berfungsi untuk mencegah terjadinya hal serupa di masa mendatang, sekaligus memberi harapan baru bagi regenerasi selanjutnya untuk mengubah pola buruk yang ada di masyarakat. Tindakan preventif tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan yang teritegrasi dengan penanaman karakter pada generasi muda.
Nonong Winarni (43) seorang guru dan pascasarjana Uninus telah melakukan penelitian mengenai pendidikan karakter menyatakan bahwa pendidikan karakter yang dilaksanakan secara terpadu melalui kegiatan pembelajaran, pembiasaan, kegiatan di luar jam pelajaran dan kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat dapat membentuk good character peserta didik. Melalui Pendidikan karakter dapat menghasilkan peserta didik yang knowing the good, feeling the good, dan acting the good.
Jika pendidikan karakter secara terpadu ini ditanamkan sedari dini maka akan membentuk suatu kesatuan karakter yang tertanam kuat dalam kepribadian peserta didik. Sehingga akan terbentuk pribadi-pribadi unggul yang bukan hanya memiliki keunggulan pada aspek intelektualitas saja namun mencapai keunggulan emotional quotient dan spiritual quotient. Dalam pelaksanaannya, pendidikan karakter ini harus ditanamkan dan disadari oleh orang tua sebagai role model dan pendidik utama dalam keluarga, didukung oleh sistem dalam pendidikan formal (sekolah), lalu dibantu oleh penciptaan lingkungan masyarakat yang menyokong integrasi nilai-nilai dalam pembentukan karakter. Theodore Roosevelt mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat). Semoga dengan adanya pendidikan karakter, Indonesia mampu menggapai visi agung dan tampil gemilang dikancah global.
by Nadyairiani